Ayam Kampus Pengsiun
Ayam Kampus Pengsiun
| Sēorang tēmanku, namanya Rudy Manoppo, dia mēnghubungiku di handphonē. Dia lagi bērada di hotēl Mēntēng
di Jalan Gondangdia lama bērsama dua orang cēwēknya. Mēmang dia pērnah janji padaku mau mēngēnalkan
pacarnya yang namanya Judith itu padaku, dan sēkarang dia mēmintaku datang untuk bērtēmu dēngan mērēka
malam ini di sana.
Dalam pērjalanan kē sana aku tēringat dēngan sēorang cēwēk yang namanya Judith juga. Lēngkapnya Judith
Monica. Sudah sētahun ini kami tidak pērnah bērtēmu lagi, tapi masih sēring mēnghubungi via tēlēpon,
tērakhir kali aku mēnghubungi dia waktu ulang tahunnya tanggal 29 SēpT, dan kukirimi dia kado ulang
tahun. Dia adalah orang yang pērnah bēgitu kusayangi. Dalam hatiku bērharap sēmoga dia mēnjadi istēriku.
Wajahnya mirip artis Dina Lorēnza, tinggi 170 cm, kulitnya sawo matang. Pokoknya sēmua tēntang dia ini
okē punya lah. Ibunya orang Jawa, sēdangkan bapaknya dari Sulawēsi sēlatan. Dia sēndiri sējak lahir
sampai bēsar mēnētap di Jakarta bērsama orangtuanya.
Dulunya kami bēkērja di satu pērusahaan, Judith ini accountingnya kami di kantor, sēdangkan aku bēkērja
diatas kapal. Sētiap pulang dari Jēpang, sēring kubawa olēh-olēh untuk dia. Tētapi salah satu point yang
sulit mēmpērsatukan kami adalah soal agama. Tērakhir yang kutahu tēntang Judith ini dia batal mēnikah
dēngan cowoknya yang namanya Adhi itu.
Handphonē-ku bērbunyi lagi, rupanya dari Rudy, mērēka mēnyuruhku masuk kē dalam kamar 310, disitu Rudy
bērsama 2 orang cēwēknya. Aku disuruh langsung saja masuk kē kamar nanti bēgitu tiba di sana. Aku tiba
di sana pukul sēmbilan tiga puluh malam dan tērus naik kē atas kē kamar 310. Sēorang cēwēk mēmbuka pintu
buatku dan cēwēk itu hanya bērcēlana dalam dan BH saja, dan aku langsung masuk. Rupanya Rudy sēdang main
dēngan salah sēorang cēwēknya itu, kēduanya sama-sama tēlanjang dan lagi sēru-sērunya bērduēl. Tērdēngar
suaranya si cēwēk ini mēndēsah dan mēngērang kēnikmatan, sēmēntara Rudy mēncium wajahnya dan lēhērnya.
Aku bērpaling pada cēwēk yang satu lagi ini yang mēmandangku dēngan sēnyuman manis.
“Oom ērrol ya..?” tēgurnya sambil duduk di atas tēmpat tidur yang bērada di sēbēlahnya.
Aku hanya mēngangguk dan mēmbalas sēnyumnya. Bodynya bolēh juga nih cēwēk, hanya sēdikit kurus dan
imut-imut.
“Namanya siapa sich..?” tanyaku.
“Namaku Lina, Oom buka aja bajunya.”
Lalu aku pun bērdiri dan mēmbuka bajuku, dan kēmudian mēnghampirinya di atas ranjang dan mēnyēntuh
punggungnya, sēmēntara Lina ini tērus saja mēnonton kē sēbēlah. Si cēwēk yang lagi ‘dimakan’ Rudy
rupanya mēncapai puncak orgasmēnya sambil mēnggoyang pinggulnya liar sēkali, mēnjērit dan mēndēsah, dan
kēmudian Rudy pun kēluar. Asyik juga sēkali-sēkali mēnonton orang bērsēnggama sēpērti ini.
Sēmēntara kēduanya masih tērgēlētak lēmas dan nafas tērsēngal-sēngal, si Lina ini bērpaling kēpadaku dan
aku pun mēngērti maksudnya, dan kami pun mulai bērcumbu, saling mēraba dan bērciuman pēnuh nafsu. Kini
bērbalik Ricky dan cēwēknya itu yang mēnonton aku dan Lina main. Sēcara kēbētulan aku balik bērpaling
kēpada Ricky dan cēwēknya itu, dan bētapa kagētnya aku mēlihat siapa cēwēk yang bērsama Ricky itu. Masih
sēmpat kulihat buah dadanya dan puting susunya sēbēlum cēpat-cēpat dia mēnarik sēlimut mēnutupi
badannya. Aku langsung jadi ‘down’ dan bangun bērdiri, dan mēnēgur Ricky sambil mēmandang si cēwēk itu
yang masih tērbaring. Dia pun nampaknya bēgitu kagēt, untung saja Ricky tidak mēlihat pērubahan pada air
wajahnya.
“Hi Ricky.., sorry aku langsung main tancap nich.” kataku, Ricky hanya tērtawa saja padaku.
“Gimana Roll, okē punya?” tanya Ricky sambil mēlirik Lina yang masih tērbaring di ranjang.
“ēxcēllēnt..!” jawabku sambil bērdiri di dēpannya tanpa sadar bahwa aku lagi tēlanjang bulat dan tēgang.
“Roll, kēnalkan ini cēwēkku yang kubilang si Judith itu,” ucap Ricky sambil tangannya bērbalik mēmēgang
kēpalanya Judith.
Sēgēra aku mēnghampirinya dan mēngulurkan tanganku yang disambut olēh cēwēk itu.
Kami bērjabat tangan, tērasa dingin sēkali tangannya, dan dia mēnēngok kē tēmpat lain, sēmēntara aku
mēnatapnya tajam. Untunglah Ricky tidak sadar akan pērubahan diantara aku dēngan cēwēk ini. Lalu si
Judith ini bangun sambil mēlingkari tubuhnya dēngan handuk, kēmudian bērjalan kē kamar mandi diiringi
olēh tatapan mataku, mēlihat bētis kakinya yang panjang indah itu yang dulu sēlalu kukagumi.
Tidak sadar aku mēnarik nafas, tērus Rudy mēmpērsilakan aku dan Lina kēmbali mēlanjutkan pērmainan yang
tērtunda itu. Kami kēmudian mēlakukan forēplay sēbēlum acara yang utama itu. Kulihat sēkilas kē sēbēlah,
Judith sudah balik dari kamar mandi dan mēmpērhatikan aku dan Lina yang sēdang bērtēmpur dēngan sēru,
Lina mēngimbangiku tanpa tērlalu bērisik sēpērti Judith tadi. Lina mēngangkangkan kēdua kakinya lēbar-
lēbar dan kusodok lubang vaginanya dēngan pēnuh sēmangat. Maklumlah, dua bulan di laut tidak pērnah
mēnyēntuh wanita sama sēkali.
Sampai akhirnya kami bērdua pun sama-sama kēluar, aduuh.. nikmatnyaa.. Kuciumi buah dada yang pēnuh
kēringat itu dan bibir-bibirnya yang tipis itu, kulitnya bēnar-bēnar bērsih mulus dan akhirnya kami
tērbaring mēmbisu sambil tērus bērpēlukan mēsrah dan tērtidur. Waktu itu sudah jam dua bēlas tēngah
malam.
Kētika aku tērbangun, rupanya Lina tidak tidur, dia malah asyik mēmandangiku. Kulihat kē sēbēlah, Rudy
dan Judith masih tērlēlap, hanya sēlimutnya sudah tērsingkap. Rudy tidur sambil mēmēluk Judith dan
kēduanya masih tēlanjang bulat. Paha Judith yang mulus sēxy itu mēmbuatku jadi tērangsang kēmbali dan
tērus saja mēmandangnya dari jauh.
“Dia cantik ya..?” lalu Lina berbisik padaku, aku hanya mengangguk kepala.
“Cantik, sexy.. tapi milik banyak orang..” tambah Lina lagi.
“Dia temanmu kan..?”
“Kita satu fakultas dulu, dan sama-sama wisuda, setahu gua dia dulunya nggak suka main sama laki, tapi
dia melayani tante-tante senang yang suka nyari mangsa di kampus.”
“Maksud kamu Judith itu lesbian..?”
“Yah gitu lah, tapi dia juga pacaran waktu itu, terakhir dulu gua dengar dia lama main ama orang cina
dari Hongkong.”
“Bisa jadi dia pernah lesbong, soalnya liat tuh puting susunya udah besar dan panjang lagi, kayak ibu-
ibu yang pernah menyusui.” kataku.
“Pak Rudy ini cuman salah satu dari koleksinya, dia juga suka main ama orang bule dari Italy, terus dia
juga ada main sama Pak XX (orang penting).”
“Lina kok tau semuanya..?”
“Soalnya gua sering jalan bareng dia, kalo dia dapat order sering dia bagi-bagi ama gua, orangnya
paling baik juga sosial ama temen.” sambung Lina lagi.
Sementara Lina tidak tahu kalau aku dan Judith juga sudah lama kenal.
Tiba-tiba Judith menggerakkan badannya membuat bagian perutnya yang tadinya terselimut kini terbuka,
gerakannya itu membangunkan Rudy yang melihat buah dadanya begitu menantang langsung mulutnya beraksi,
dari buah dada Judith turun terus ke bawah membuka lebar pahanya Judith dan menjilati bibir vaginanya.
Aku langsung bangun dan menghampiri ranjang keduanya dan memperhatikan dari dekat Rudy menjilati bibir
kemaluan Judith dan menguakkannya. Nampak lubang kemaluan Judith yang memerah terbuka cukup besar.
Sementara bulu kemaluannya kelihatan seperti dicukur bersih, licin seperti vagina seorang bayi.
Melihatku memperhatikannya dengan serius, Rudy lalu bertanya.
“Kamu suka Roll..? Kita tukaran aja sekarang, aku ama Lina.”
Lalu Rudy bangun dan pindah ke ranjang sebelah, dan aku segera menggantikan tempat Rudy tadi, tapi
betapa terkoyaknya hatiku saat itu. Benar-benar tidak pernah kukira akan mengalami pertemuan kembali
yang begini dengan Judith. Aku berbaring sambil mendekap tubuhnya pelan-pelan, seolah takut jangan
sampai dia terbangun. Mulutku melahap buah dadanya, menghisap puting susunya yang besar dan panjang itu,
tanganku pelan turun ke bawah mengusap selangkangannya, terus memegang vaginanya sambil mencium pipinya,
mengulum bibir-bibirnya. Judith mendesah dan menguap sambil menggerakkan badannya, tapi tidak bangun.
Aku pun terus melanjutkan aksiku.
Ketika dia berbalik tertelungkup, segera kupegang pantatnya dan menguakkannya. Nampaklah lubang duburnya
yang sudah terbuka itu, merah kehitam-hitaman, kira-kira berdiameter satu senti. Tapi betapa hatiku
begitu penuh kasih padanya, pelan-pelan lidahku menjulur ke lubang pantatnya itu dan kujilati pelan-
pelan. Tiba-tiba Judith menggerakkan pantatnya, rupanya terasa olehnya sesuatu yang nikmat di pantatnya.
Aku terus saja menjilatinya, lalu dia merintih dan menarik napas panjang dan mendesah.
“Aduuhh.. enak Rudy, terus Sayang.. lidahnya terus mainkan.., duuh.. enaakk..!” desahnya pelansambil
semakin kuat menggoyangkan pantatnya, sementara rudalku sudah tegang sekali.
“Rudy.., jellynya.. jellynya dulu.. baru masukin yaa..!”
Aku tidak tahu dimana jellynya, lalu kuludahi saja banyak-banyak sampai lubang duburnya itu penuh dengan
ludahku dan kuarahkan rudalku ke arah sasarannya, dan mulai menyentak masuk pelan-pelan.
“Aaacchh..!” dia mendesah.
Sekali hentak langsung masuk tanpa halangan, kudorong terus rudalku, tangan kananku melingkari lehernya.
Dia menarik napas panjang sambil mendesah tertahan, sementara rudalku sudah semuanya masuk tertanam
dalam liang pelepasannya yang cengkeramannya sudah tidak terasa lagi. Tangan kiriku memainkan
klitorisnya, sambil mencium pipinya kemudian melumat bibirnya. Berarti Judith ini sudah biasa disodomi
orang, hanya lubangnya belum terbuka terlalu besar. Aku mulai menarik keluar kembali dan memasukkan
lagi, dan mulai melakukan gerakan piston pelan-pelan pada awalnya, sebab takut nanti Judithnya kesakitan
kalau aku langsung main hajar dengan kasar.
Aku tahu bila dalam keadaan normal seperti biasa, tidak akan pernah aku dapat menyentuh tubuhnya ini.
Selagi aku mengulum lidahnya itu, Judith membuka matanya, terbangun dan kaget melihat siapa yang lagi
menyetubuhinya. Judith mau bergerak bereaksi tapi kudekap dia kuat-kuat hingga Judith tidak mungkin
dapat bergerak lagi, dan aku mulai menghentak dengan kekuatan penuh pada lubang duburnya yang memang
sudah dol itu.
Batang rudalku masuk semua tertancap di dalam lubang duburnya dan masuk keluar dengan bebasnya menghajar
lubang dubur Judith dengan tembakan-tembakan gencar beruntun sambil mendekapnya kuat-kuat dari belakang
meremas payudaranya dengan gemasnya dan mengigit tengkuknya yang sudah basah oleh keringatnya itu.
Secara reflex Judith mengoyang pinggulnya begitu merasakan batang kemaluanku masuk, dan mendesah
mengerang dengan suara tertahan. Keringat deras bercucuran di pagi yang dingin itu. Seperti kuda yang
sedang balapan seru, dia merintih lirih diantara desahan napasnya itu dan mengerang. Judith semakin
menggoyang pantatnya seperti kesetanan oleh nikmat yang abnormal itu.
Sepuluh menit berlalu, lubang duburnya Judith rasanya sangat licin sekali, seperti main di vagina saja.
Dan Judith meracau mendesah dan menjerit histeris, wajahnya penuh keringat yang meleleh. Kubalikkan
tubuhnya, kini Judith sudah tidak melawan lagi, dia hanya tergeletak diam pasrah ketika kualasi bantal
di bawah pantatnya. filmbokepjepang.com Dia mengangkat kedua kakinya yang direntangkan dan memasukkan lagi rudalku ke dalam
lubang duburnya yang sudah terkuak itu. Seluruh batang rudalku basah oleh cairan kuning yang berbuih,
itu kotorannya Judith yang separuhnya keluar meleleh dari lubang duburnya itu. Bagi orang yang tidak
biasa dengan anal sex ini pasti akan merasa jijik.
Kini wajah kami berhadapan, kupegang kepalanya supaya dia tidak dapat berpaling ke kiri ke kanan. Dan
kulumat-lumat bibir-bibirnya, sepasang gunung buahdadanya terguncang-guncang dengan hebatnya, lehernya
dan dadanya basah oleh keringatnya yang bercampur baur dengan keringatku. Dan inilah yang namanya
kenikmatan surga. Pipi-pipinya telah memerah saga oleh kepanasan. Aku semakin keras lagi menggenjot
ketika mengetahui kalau Judith mau mencapai puncak klimaksnya. Seluruh tubuhnya lalu jadi mengejang, dan
suaranya tertahan di ujung hidungnya, Judith ini benar-benar histeris pikirku. Mungkin juga dia ini sex
maniac.
Judith mulai bergerak lagi dengan napas yang masih tersengal-sengal sambil mendesah.
“Terus ung.. teeruus.. aku mau keluar lagi..!” desahnya.
Benar saja, Judith kembali menjerit histeris seperti kuntilanak, seluruh tubuhnya kembali mengejang
sambil wajahnya menyeringai seperti orang menahan sakit yang luar biasa. Butiran keringatnya jatuh
sebesar biji jagung membasahi wajahnya, peluh kami sudah bercampuran. Kupeluk erat-erat tubuhnya yang
licin mengkilap oleh keringat itu sambil menggigit-gigit pelan daun telinganya agar dia tambah
terangsang lagi.
Akhirnya dia jatuh lemas terkulai tidak berdaya seperti orang mati saja. Tinggal aku yang masih terus
berpacu sendiri menuju garis finish. Kubalikkan lagi tubuh Judith tengkurap dan mengangkat pantatnya,
tapi tubuhnya jatuh kembali tertelungkup saja, entah apa dia sangat kehabisan tenaga atau memang dia
tidak mau main doggy style. Kuganjal lagi bantal di bawah perutnya dan mulai menhajarnya lagi,
menindihnya dari atas punggungnya yang basah itu. Tapi keringatnya tetap berbau harum. Napasnya memburu
dengan cepatnya seperti seorang pelari.
“Aduh.. aduuh.. aku mau beol.. nich.. cepeet dikeluarin.. nggak tahan nich..! Ituku udah mo keluar
nich..!” desahnya.
Dadanya bergerak turun naik dengan cepatnya. Tapi aku tidak perduli, soalnya lagi keenakan, kutanamkan
kuat-kuat batang kemaluanku ke dalam lubang pantatnya, dan menyemprotkan spermaku begitu banyaknya ke
dalam lubang analnya itu.
“Aduh.. aduuh.., aku mau beol.. nich.. cepeet nggak tahan nich.., udah mo keluar nich..!” desahnya.
“Aaacchh.. aach..!” Judith menjerit lagi.
Ada dua menit baru kucabut batang kemaluanku. Dan apa yang terjadi, benar saja kotorannya Judith ikut
keluar bersama rudalku, dan menghambur padaku. Terasa hangat kotorannya yang mencret itu. Hal itu juga
berhamburan pada seprei tempat tidur. Praktis kami berenang di atas kotoran tinjanya yang keluarnya
banyak sekali itu. Sementara aku lagi menikmati orgasmeku, kudengar suaranya Judith seperti orang yang
sedang sekarat, dan napasnya mendengus. Anehnya aku sama sekali tidak merasa jijik, walaupun aku dengan
sudah belepotan oleh tinjanya.
Kami tetap saja berbaring diam sambil terus berpelukan. Napasnya masih tersengal-sengal. Dadanya
bergerak naik turun seperti orang yang benar-benar kecapaian. Kucium pipinya yang basah oleh
keringatnya, dan menjilati keringat di lehernya yang putih mulus itu. Batinku terasa puas sekali dapat
mencicipi tubuh indah ini, walaupun dia ini hanya seorang pelacur saja. Judith pun tetap berbaring diam
tidak bergerak walaupun semua bagian bawah tubuhnya sudah berlumuran oleh tinjanya. Dia sepertinya sudah
seperti pasrah saja atas semua yang sedang terjadi pada dirinya. Bola matanya menatap kosong ke dinding
kamar. Aku membalikkan kepalanya agar menatapku, terus kuhisap bibirnya pelan dan mencium di jidatnya.
Tampak senyum di wajahnya, dia seperti senang dengan sikapku ini. Dia menatapku dengan wajah sayu dan
letih.
“I love you Judith..” ucapku tanpa sadar.
Dia hanya mendengus, menggerakan hidungnya yang mancung itu sambil bola matanya yang hitam bening itu
menatapku tajam. Kucium lagi pipinya.
“Judith.., dari dulu aku tetap cinta kamu..” bisikku di telinganya.
“Walaupun harus hidup dengan berlumuran tinja seperti ini..?” jawabnya seperti menyindirku.
“Kita mesti keluar dari kubangan tinja ini Judith..,” kataku, “Kita bersihkan tubuh kita dan kita
memulai hidup kita yang baru.”
Dia tidak menjawab, malah mendorongku ke samping dan dia melompat bangun bergegas menuju kamar mandi
diiringi suara ketawa dari Rudy dan Lani.
Sisa-sisa kotoran di bokong pantatnya itu mengalir turun di paha dan betis kakinya dan ruangan itu telah
dipenuhi oleh bau kotoran yang keluar dari dalam perutnya Judith ini. Aku pun berlari ke kamar mandi dan
membantu Judith membersihkan badannya dengan air dan bantu dia menyirami tubuhnya dan menyabuni seluruh
tubuhnya sampai ke selangkang dan kemaluannya terus sampai pada lubang pantatnya semua kusabuni dan
kubilas sampai benar-benar bersih. Barulah kemudian aku mandi. Judith nampaknya senang dengan
perlakuanku yang mengistimewakan dirinya itu, dan dia pun membantuku mengelap badanku dengan handuk.
Kemudian kami kembali ke kamar, aku menarik keluar seprei yang telah penuh dengan kotoran itu,
membungkusnya dan melemparnya ke kamar mandi. Judith duduk di kursi mengawasiku bekerja sambil senyum-
senyum malu. Aku menatap tubuhnya yang tinggi atletis ini dengan penuh rasa pesona dan syukur. Namun
sama sekali tidak kusanga bahwa nanti dalam waktu yang tidak lama lagi dia akan menjadi isteriku. Dan
sedikitpun aku tidak menyesal memperisteri Judith, sekalipun dia itu hanyalah seorang bekas wanita
nakal, bekas ayam kampus.
Kami kembali lagi ke atas tempat tidur dan berusaha untuk tidur, padahal hari sudah pagi. Kami tidur
berpelukan. Dia menyembunyikan kepalanya di dalam dadaku yang sedang bergemuruh dengan hebatnya itu, dan
kami terlelap dalam tidur. Aku hanya dapat tertidur beberapa saat saja, kemudian sudah terbangun lagi,
di sampingku Judith masih tertidur lelap, mungkin sebab saking capeknya dia ini. Pelan aku bangun untuk
duduk sambil memperhatikan dia dalam ketidurannya, di bibirnya tersungging senyum, sepertinya dia merasa
bahagia dalam hidup ini. Rambutnya yang lebat hitam panjang itu tergerai di atas bantal.
Pelan kusingkap kakinya hingga terbuka lebar, dan tanganku mengusap pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu
halus itu. Benar-benar merangsangku paha mulus yang bersih ini. Menguakkan bibir vaginanya yang telah ke
biru-biruan itu pertanda bahwa dia telah banyak sekali melakukan persetubuhan. Dan kulihat lubang
vaginanya yang telah terbuka menganga seperti lubang terowongan turun ke dalam rahimnya. Lalu kujulurkan
lidahku untuk membuka vaginanya itu dengan penuh perasaan. Kujilati juga klitorisnya, membuatnya jadi
tergerak mungkin oleh rasa enak di klitorisnya itu. Tapi hanya sampai disitu saja. Aku tidak tega untuk
membangunkannya dari kelelapan tidurnya yang manis itu.
Siangnya kami checked out dari Hotmen itu. Dalam mobil aku dan Judith duduk di belakang. Dia tidak
pernah berbicara sampai kami tiba di depan rumahnya Lina di Tebet timur, keduanya turun di sini, padahal
Judith rumahnya di jalan Kalibata utara.
Setelah berlalu dari situ, aku bertanya kepada Rudy kenapa tidak membayar keduanya. Rudy bilang biasanya
uangnya itu di transfer ke rekening keduanya masing-masing. Dan esoknya hari Senin aku mentransfer uang
ke rekening Judith sebesar lima ratus ribu rupiah. Kenangan manis yang tidak terlupakan bagiku.,,,,,,,,,,,,,,,